Peribahasa#3: Mburu Uceng Kelangan Deleg


Berani jamin, yang baca tulisan ini berkerut kening karena peribahasa ini seperti diimpor dari dunia jauh. Belum pernah ada Bu Guru pelajaran bahasa Indonesia sepakar apapun yang mengajarkan peribahasa ini. Juga belum ada buku pelajaran bahasa Indonesia yang memuatnya.

Tentu saja saya berani ngomong begini karena memang peribahasa ini bukan dari bahasa nasional kita. Mburu uceng kelangan deleg, menurut penerawangan saya adalah sebuah peribahasa asli Banyumas, kampung saya. Saya hanya mendengar peribahasa itu dari satu sumber: Bapak (almarhum, semoga Allah merahmati) dalam beberapa kali pengajian beliau di kampung kami.
Ndak tahulah kenapa saya jadi ingat peribahasa langka ini. Mungkin karena saya kangen kepengin pulang kampung, mungkin juga karena menemukan fenomena yang dimaksud oleh peribahasa ini dalam hari-hari ini.

Uceng adalah nama lokal untuk sejenis ikan kecil berbadan gilig, imut dan lucu yang hidup di sungai-sungai di desa kami, Pekaja. Di daerah lain juga ada dengan nama yang sama: uceng, sili, ikan cuaca. nama latinnya cakep: Nemacheilus masyai. Ukurannya tidak pernah lebih besar dari kelingking anak kecil. Orang dewasa yang mendapatkannya waktu mancing atau menjala akan membuangnya. Tidak berharga. Yang doyan sama ikan imut ini hanya kami, anak-anak yang senang bermain di kali, tak berbaju dan bau matahari. Untuk main-main, tentunya, maklumlah kami tak kenal ikan koki, diskus atau clown fish.

Deleg, saya ndak tahu persis rupanya seperti apa namun bisa saya pastikan ia mewakili jenis ikan yang besar, berdaging dan karenanya orang dewasa menganggapnya berharga, bisa dimakan atau laku dijual. (Memang beda ya isi fikiran orang dewasa dan kanak-kanak). Oh ya saya baru googling, ternyata ikan deleg itu adalah ikan gabus (Channa Sp) yang berukuran gede. Hehe.. gak nyangka ikan ndak beken ada juga di internet. Pantes banyak orang betah internetan.

Jadi ceritanya Kang Bejo sedang nyeser (menangkap ikan dengan seser, pukat kecil berbingkai bambu berbentuk segitiga) sudah mendapatkan deleg dan tinggal memasukkannya ke wuwu, namun secara tiba-tiba melihat seekor uceng melintas sehingga timbullah gairah untuk menangkap uceng. Lumayan buat tambahan...Maka ia serodokkan seser tadi kembali ke air. Eh, terlepaslah si deleg nan flamboyan tadi, tinggallah si uceng pias ketakutan.
Apes si uceng, apes lagi Kang Bejo. Arep kepriwe maning, jajal?

Mburu uceng kelangan deleg, memburu si uceng yang berakibat kehilangan si ikan deleg.
Mengejar hal yang kecil dengan meninggalkan hal yang besar.
Mengejar hal cabang, furu', remeh dan melalaikan hal pokok, ushul, dan benar-benar penting.
Sering bukan, kita menyaksikannya?
Melakukannya?
Mengejar yang sunnah, eh... lupa pada hal yang wajib.
Ingat?

Hehehehehe.....

Peribahasa#2: Buruk Muka Cermin Dibelah


Kang Boy kebingungan. Celana-celana panjang kesayangannya seperti menyempit belakangan ini.
"Kalian mengkhianatiku, kita telah berjanji untuk bersama forever!" ujarnya kepada setumpuk celana. "Kenapa sekarang kalian mengecil? Gak mau lagi aku pakai?" begitu semprotnya sambil menjembreng selembar celana jins berwarna biru muda.

Jins biru muda
hadiah dari mertua
beli di Singapura
buatan Tasiq Malaya
haha
ha

Kang Boy tak kunjung paham kenapalah celana terasa sempit? Usianya sudah kepala tiga, tak mungkinlah tumbuh kembang lagi, pikirnya. Dulu iya, celana SMP tak mungkin dipakai SMA. Pesat benar perkembangan awak.
Tak mungkinlah celana ini mengecil ? Lagipula aku toh sudah diet? Senam setiap Jumat di parkiran kantor?
Bah! Tukang jahit-tukang jahit itu kenapa tidak dilebihkan barang sesenti waktu ukur-ukur perut aku ni?

Tiba-tiba anak tetangga teriak, "Buruk muka cermin dibelah."
Ha, rupanya sedang menghapal pelajaran bahasa Indonesia.

***

Jon terpaksa berteduh di bawah fly-over karena hujan turun tiba-tiba. Lebat banget. Jon naik sepeda motor, tapi lupa membawa mantel hujan.
"BMG memang ngaco, tak ada ramalannya yang akurat. Gue pecatin juga orang BMG tu. Besok biar Mama Loren aja jadi kepala BMG. huh!"
Dengan selembar koran ia berusaha melindungi mukanya dari air tempias. Sebuah kolom di koran itu bertajukl: Buruk Muka Cermin Dibelah.

***

Buruk muka cermin dibelah.
Buruk nasib, orang lain salah.
Hah.

Ini tentang insight, kawan. Wawas diri. Intro-spection.
Kadang terlupa untuk menilik ke dalam, lebih mudah menengok keluar. Mengadili realitas luar, alih-alih melihat realitas di dalam .
Aduh, atasan ndak bener. Anak buah ngaco semua. Suami ndak pengertian. Istri payah. Sistem kerja amburadul. Lingkungan tidak kondusif. Ah, aku dikepung sebuah konspirasi! Kupret!

Apa lagi yah? Hehehe, banyak deh.
Dududuh...setiap huruf yang kutulis ini seperti menohok-nohok ulu hatiku sendiri. Tapi biarlah, masih ada beberapa kata yang harus kuketik.

Ini tentang insight.
Hobiku ngaca ternyata membuatku teringat peribahasa ini, kawan.

Allah sering menganjurkan kita untuk berintrospeksi. Dalam al Quran banyak sekali kisah-kisah tentang umat terdahulu, baik tentang kebaikan maupun keburukannya. Selain sebagai informasi sejarah dan ilmu pengetahuan kisah itu juga dimaksudkan sebagai ibrah (insight) untuk kita yang membacanya. Makanya Rasulullah menganjurkan agar dalam membacanya kita sebaiknya merasa seolah-olah ayat itu baru saja diturunkan sengaja untuk kita. Biar kita sensi
Beberapa rangkaian ayat diakhiri dengan wa fii anfusikum afala tubshiruun... (dan pada dirimu tidakkah kamu lihat?) dan yang semacamnya.

Tentu saja belum tentu realitas luar baik dan diri kita yang tidak baik. Sangat mungkin, memang begitu adanya: sistem yang memang kacau sehingga kerja tidak beres. Tulisan ini hanya mengingatkan diri awak pribadi dan juga siapapun yang setuju bahwa kita mesti berbuat adil.

Boleh jadi cerminnya memang berkarat sehingga wajah awak terlihat kusem.
Boleh jadi cerminnya tidak rata sehingga wajah ganteng ini terlihat peyang penjol.
Tapi...ssst jangan bilang-bilang ya kalo awak mulai menyadari kemungkinan sebaliknya.

Xixixixi...

“Barangsiapa menemukan (ganjaran) kebaikan maka hendaklah dia memuji Allah dan barangsiapa mendapatkan selainnya janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri.” [HR. Al-Imam Muslim no. 4674 dari shahabat Abu Dzar radhiallahu 'anhu]

Peribahasa#1: Bayang-bayang Sepanjang Badan

Terserah apa tafsirmu tentang peribahasa ini, kawan. Aku hanya ingin menulis tafsir versiku, seorang tukang tafsir amatir dan kambuhan.
Bayang-bayang sepanjang badan, sebuah ungkapan elok dari nenek moyang kita yang terwariskan turun temurun. Entah apa maksud nenek dan moyang kita itu. Mohon maaf ya Nek sekiranya aku membahas peribahasamu tidak seperti yang engkau maksudkan. Maklumlah kita beda zaman, beda pengalaman hidup. Aku tak searif engkau yang tentu telah banyak makan asam garem kehidupan, zaman kami peyek aja pake MSG Nek.... Maklumlah kami ini makhluk yang tidak percaya diri hanya dengan bawang ketumbar dan kemiri

Bayang-bayang sepanjang badan.
Kalau badan adalah sisi batin kita, maka bayang-bayang adalah proyeksinya pada sisi lahir yang terpantul pada cermin.
Eh, bayang-bayang maksudnya bayangan di cermin lho ya, bukan bayangan di tanah saat kita tubuh kesorot lampu.
Tampilan lahir kita, kata-kata kita, pola tindakan kita adalah cerminan dari isi hati kita.
'Hati', saya secara njladrah menganggapnya sebagai object imagery dari alam bawah sadar (sub consciousness). Alam bawah sadar berisi kandungan memori jangka panjang, pola pikir, pola tindakan spontan yang terbentuk dari pengalaman, input, pembelajaran seorang manusia sejak otak manusia berfungsi di dalam rahim ibu sampai mati. Ia bersifat profundal (dalam) dan ternyata menurut riset menguasai 88% kesadaran utuh kita, sangat dominan dibanding 12% alam sadar (conscious) yang bersifat jangka pendek dan analitis.
'Otak' (dalam tanda kutip), menurut saya lebih merepresentasikan yang 12% itu. Kenapa pake tanda kutip? Ya karena secara anatomi fisiologis segala memori baik sadar maupun gak nyadar ya ada di otak, ya toh? Kalo hati kan tempat bikin empedu, kalo jantung buat mompa-mompa darah. Gitu yah, bener gak sey?
Karena dominan, tak salahlah orang bijak mengatakan hati adalah raja, atau sabda Rasulullah Muhammad SAW bahwa dalam diri seorang manusia ada segumpal darah yang apabila baik darah itu maka baiklah seluruh tubuh. Jelek darah itu jelekpun seluruh badan.Dan segumpal darah itu adalah hati (sebagai object imagery). Karena dominasi itulah.

Dalam terminologi Islam, kita kenal yang namanya akhlak. Akhlaqul karimah itu pola pikir, pola ucap dan pola tindakan mulia yang muncul secara spontan dan tidak dibuat-buat, itulah definisinya. Kongruen bukan dengan definisi subconscious tadi?
Kalo ada yang kemuliaan sifatnya pura-pura atau mengandung niat berlapis maka biasanya akan menemui inkonsistensi pada suatu masa dikarenakan sifatnya yang jangka pendek dan analitis tadi, ketika suatu saat ia berbenturan dengan 'aslinya' yang lebih dominan, tentulah akan rontok.

Nah, kawan kalau kita pernah diajarin sama Bu guru Agama kita bahwa aqidah salamah (belief system yang terpelihara) akan membuahkan ibadah sahihah (ibadah yang bener, baik ritual maupun sosial. mahdhah maupun mu'amalah) dan hasil akhirnya adalah akhlakul karimah, ya di sinilah ketemunya. Memang Rasulullah diutus untuk apa? Betululululul...menyempurnakan akhlak umat homo sapiens yang dimandat sebagai khalifah di bumi ini. Innama bu'itstu li utammima makarimal akhlaq.

Jadi Sob, barngkali itulah tafsir peribahasa pertama. Peribahasa selanjutnya mboh kapan, sak koberku ya. Atau kalo ada sobat yang mau ngelanjutkan ya lanjutkanlah.

Bayang-bayang sepanjang badan, maka barangkali bulan Ramadhan sebagai syahrut tarbiyah memang dimaksudkan untuk mengakselerasi kita agar bisa tampil lebih ganteng-ganteng dan geulis-geulis di depan cermin kehidupan (kaca benggala) ini... Wehehehe...